[X]close
PASANG BUKU TAMU SOBAT DISINI

Pages

Selasa, 12 April 2011

Hiperbilirubinemia



 Hiperbilirubinemia adalah keadaan  dimana konsentrasi bilirubin darah 
melebihi 1 mg/dl. Pada konsentrasi  lebih dari 2 mg/dl, hiperbilirubinemia akan 
menyebabkan gejala  ikterik atau jaundice. Ikterik atau jaundice adalah keadaan 
dimana jaringan terutama kulit dan sklera mata menjadi kuning akibat deposisi 
bilirubin yang berdiffusi dari konsentrasinya yang tinggi didalam darah. 


 Hiperbilirubinemia dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan 
penyebabnya yaitu hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang 
berlebih dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks bilirubin kedalam 
darah karena adanya obstruksi bilier. 


 Hiperbilirubinemia retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat  
dan gangguan konjugasi. Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan 
mengekskresikan lebih dari 3000 mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal 
bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal ini  menunjukkan kapasitas hati yang sangat 
besar dimana bila  pemecahan heme  meningkat, hati masih akan mampu 
meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit 
secara massive misalnya pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan 
menyebabkan produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya 
sehingga akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam  darah. Peninggian 
kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut 
juga dengan ikterik acholuria.  
Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut 
terjadi biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam 
proses penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena 
hepar belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Apabila 
peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat, 
bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan ensephalopaty 
toksik yang disebut sebagai kern ikterus. 


Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti 
Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil 
transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus yang 
jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20 mg/dl. 
Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe I, 
karena  kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin 
monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. 
Syndroma Gilbert, terjadi karena haemolisis bersama dengan penurunan 
uptake bilirubin oleh hepatosit dan  penurunan aktivitas enzym konjugasi dan 
diturunkan secara autosomal dominan.  
Hiperbilirubinemia regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya 
obstruksi pada saluran empedu, misalnya  karena tumor, batu, proses peradangan 
dan sikatrik. Sumbatan pada duktus  hepatikus dan duktus koledokus akan 
menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada hati 
menyebabkan  refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe. 
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan 
disebut sebagai ikterik choluria. Karena terjadinya akibat  sumbatan pada saluran 
empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Bilirubin terkonjugasi dapat terikat 
secara kovalen pada albumin dan membentuk θ bilirubin yang memiliki waktu paruh 
1/2
) yang panjang mengakibatkan gejala ikterik dapat berlangsung lebih lama dan 
masih dijumpai pada masa pemulihan. 
Beberapa kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi 
adalah Syndroma Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi 
karena adanya defek pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen  ke sistem empedu yang penyebab pastinya  belum diketahui. 


Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada transport anion an 
organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati normal, penyebab 
pastinya juga belum dapat diketahui. 
 Hiperbilirubinemia toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti  
chloroform, arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga 
akibat cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi. 
Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan 
menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak 
larut.  


 Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi 
bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi tidak 
pada sindroma Crigler najjar. Phototerapi dengan cahaya dapat merubah bilirubin 
menjadi lebih polar dan merubahnya menjadi beberapa isomer yang larut dalam air 
meskipun tampa konjugasi dengan asam glukoronida sehingga dapat diekskresikan 
keempedu. Kasus obstruksi umumnya ditangani dengan tindakan bedah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar